Tampilkan postingan dengan label Seni. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seni. Tampilkan semua postingan

07 April 2012

Indahnya Tari Landek Tanah Karo Simalem


tari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maraga
  Wah,... saya seneng banget waktu jalan-jalan ke Tanah Karo bulan Februari 2012 kemarin. Di salah satu acara yang saya datangi ketika melaksanakan tugas, ada acara penyambutan tamu dengan tarian khas Tanah Karo Simalem: Landek. Lengkapnya sih, Landek Piso Surit. Sebuah tarian khas yang baru pertama kali saya lihat secara langsung.

Ketika tamu datang, sebelum memasuki ruangan, penari berjejer di depan pintu masuk. Ada yang membawa keranjang buah-buahan. Ada yang membawa semacam bakul berukuran kecil, berisi beras. Lagu daerah khas Tanah Karopun mengiri para tamu yang masuk satu per satu sambil menarikan gerakan tangan manortor. Penari berjenis kelamin laki-laki yang membawa bakul berisi beraspun menaburkan beras secara perlahan kepada para tamu yang lewat di depannya. Konon, hal itu berarti si tuan rumah menganggap tamunya terhormat dan berjasa (diagungkan).
tari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maraga
Nah, kalau gambar yang di samping ini, pada saat acara pembukaan sudah dimulai, tarian Landek  dibawakan di dalam ruangan. Enam orang penari yang terdiri dari tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan, menari berpasangan secara serasi. Tari tradisional Karo ini memiliki tiga unsur pembentuk utama, yaitu gerakan naik turun, gerakan goyang badan dan gerakan kelentikan jari. Harmonis deh, pokoknya

tari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maragatari, tari karo, tari lima serangkai, berita karo,kalak karo,suku karo, tanah karo,budaya,lima maraga

















Di akhir tarian, saya lihat beberapa orang memberikan “saweran”. Entah apa namanya kalau di Karo. Yang pasti, lembaran uang seratus ribuan diberikan masing-masing kepada penari tersebut. Dan tidak hanya satu orang yang memberi, hampir semua yang berada di deretan kursi paling depan (tamu kehormatan) memberikan uang saweran.(www.jalanjalanyuk.com)


Cantik ya, penari dari Tanah Karo Simalem ini. Menurutmu?

27 Maret 2012

SENI TEATER/DRAMA KARO

Dari beberapa referensi yang penulis peroleh, seni drama tergolong langka pada masyarakat Karo. Kalaupun ada biasanya berhubungan dengan tarian seperti Tari Mondong-Ondong yang berhubungan dengan drama Perlanja Sira (Pemikul Garam), Tari Tungkat dan Tari Guru serta Gundala-gundala (drama tari topeng Karo).
Namun belakangan ini  seni teater sudah mulai ada di suku karo.


Terkain:

SENI SASTRA KARO

  Seni Sastra Karo memiliki dua bentuk, yakni lisan dan tulisan. Namun, sastra bentuk lisan lebih dikenal dan lebih sering digunakan dibandingkan tulisan.

Youtube: https://youtube.com/@Lagu_Karo_366
Sastra Lisan
Pada umumnya dalam berkomunikasi dengan sesamanya, orang Karo mempergunakan bahasa Karo. Dalam berkomunikasi atau pembicaraan sehari-hari, penggunaan bahasa Karo ini tidak memerlukan suatu bentuk atau susunan dan aturan yang baku, yang penting apa yang dikehendaki atau yang perlu disampaikan bisa dimengerti oleh lawan bicara/pendengar.
   Namun untuk keperluan tertentu, seperti ungkapan keluh kesah, pembicaraan adat, bernyanyi, dan lain sebagainya dilakukan pemilihan kosa kata yang dianggap paling sesuai. Kosa kata yang dimaksud adalah apa yang disebut oleh orang Karo sebagai cakap lumat (bahasa halus). Cakap lumat adalah dialog yang diselang-selingi dengan pepatah, perumpamaan, pantun dan gurindam. Pemakaian cakap lumat ini sering dipergunakan dalam upacara adat seperti Upacara perkawinan, memasuki rumah baru, dan dalam pergaulan muda-mudi (ungkapan percintaan).
   Berdasarkan dari beberapa sumber,, penulis menyimpulkan bahwa seni sastra Karo dibedakan atas beberapa kategori, diantaranya:

  1. Tabas-abas (mantra), yaitu sejenis mantra yang diucapkan atau dilantunkan untuk mengobati orang yang sakit. Mantra ini biasanya diucapkan/digunakan oleh seorang Guru sibaso (dukun).
  2. Kuning-kuningan, yaitu sejenis teka-teki yang biasa digunakan oleh anak-anak, muda-mudi maupun orang tua di waktu senggang, sebagai permainan untuk mengasah otak.
  3. Ndung-dungen, yaitu sejenis pantun Karo yang terdiri dari empat baris. Dua baris terdiri dari sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi.
  4. Bilang-bilang, yaitu dendang duka yang merupakan ratapan seseorang yang sedang berduka. Misalnya kerana teringat dengan ibunya yang telah meninggal dunia; ataupun meratapi kekasih yang telah meninggalkan dirinya kerana sesuatu hal. Dahulu Bilang-bilang ini ditulis dengan aksara Karo di sepotong bambuatau kulit kayu, isinya adalah jeritan hati sipenulisnya. Semenjak dahulu bilang-bilang ini biasanya terfokus pada suasana kepedihan/kesedihan. Oleh karena itu ada juga yang mengatakan bilang-bilang sebagai “Dengang duka”.
  5. Turi-turin, adalah cerita yang berbentuk prosa yang isinya tentang asal-usul marga, asal usul kampung, cerita tentang orang sakti, cerita lucu, dan lain sebagainya. Turi-turin biasanya diceritakan orang-orang tua kepada anak atau cucunya pada malam hari sebagai pengantar tidur. Beberapa judul ceritanya antara lain: Beru Patimar, Panglima Cimpa Gabor-gabor, Gosing si Aji Bonar, dan sebagainya.(ibid & blog Julianus Limbeng)
Sastra Tulis (AKSARA KARO)

Tulisen(aksara) Karo, adalah salah satu aksara kuno yang ada di nusantara. Yang merupakan kumpulan dari tanda-tanda(karakter/simbol-simbol) utuk menyatakan sesuatu, yang pemakaiannya dimengerti dan disepakati, yakni oleh masyarakat penggunanya, yaitu: masyarakat Karo itu sendiri. Tulisen Karo merupakan milik dari masyarakat(etnis) Karo atau dengan kata lain, tulisen yang tumbuh dan berkembang di masyarakat (etnis) Karo serta tersebar luas, dipergunakan dan diajarkan(awalnya dengan bahasa pengantar, cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur di Sumatera (Oostkust van Sumatera) bagian utara dan dataran tinggi Karo yang terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan.
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Aksara Karo

Pemakaian Tulisen(aksara) Karo
Indung Surat ( Huruf Induk )
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Indung Surat(huruf induk) pada Tulisen(aksara) Karo


   Indung Surat (Huruf Induk) dalam Tulisen (aksara) Karo terdiri dari 21 indung surat, yang dimana semua Indung Surat(huruf induk) itu selalu diakhiri dengan bunyi “a”, kecuali pada dua indung surat yang berdiri sendiri, yakni: huruf “I (i)” dan “U(u)” (indung surat “I(i)” dan “U(u)” yang hanya dipakai sebagai huruf awal pada kata maupun kalimat saja). Sehingga di dalam penulisan aksara Karo selalu dipakai anak surat(anak huruf/huruf bantu) sebagai pembantu atau penjelas. Berikut contoh-contoh penggunaan tulisan Karo!
Contoh :
Anak Surat
Anak Surat dalam tulisen(aksara) Karo, terdiri atas tiga(3) golongan, yang memiliki fungsinya
masing-masing, yaitu:
    i. Menghilangkan(mematikan) bunyi “a” (penengen/pemantik)
   ii. Mengubah bunyi “a” menjadi bunyi “i, u, é, e, dan o”
  iii. Menambahkan bunyi “ng” dan “h”

i. Penengen/pemantik(.._..)
Penengen/pemantik, berfungsi untuk menghilangkan(mematikan) bunyi “a” pada indung surat,sehingga menjadi huruf yang berdiri tunggal(berdiri sendiri). Misalkan “Ha” menjadi “H(h)”-saja, “Ka” menjadi “K(k)”-saja dan seterusnya. Karena, “a” yang mengikuti pada indung surat sudah dihilangkan(dimatikan)! Adapun tanda(carakter) yang dipakai untuk menghilangkan “a” pada indung surat adalah “ (.._..)” yang diletakkan tepat dibelakan indung surat yang bunyi “a” –nya ingin dihilangkan(dimatikan). Sehingga akan menjadi huruf-huruf tunggal(berdiri sendiri): “H – K – B – P – N – W – G – J – D – R – M – T – S – Y – Ng. – L – C – Nd. – Mb.” Lihat tabel berikut yang menunjukkan indung surat yang telah diberi penengen/pemantik!
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Indung Surat setelah diberi tanda penengen/pemantik.

Berikut contoh penggunaan tanda penengen/pemantik “(.._..) ” pada penulisan aksara Karo:
Contoh: 1. “Makanan”
Karna aksara Karo belum bisa di ketikan semua di internet seperti tulisan aksara Cina atau Arab
jadi download aja di sini DOWNLOAD
Sumber;
repository.usu.ac.id
doc.Bastanta P.Sembiring

SENI TENUN KARO (Mbayu)


seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
  Pakaian tradisional Karo tentunya merupakan salah satu hasil dari kebudayaan Karo, oleh karena itu, seiring berkembangnya kebudayaan, masyarakat Karo telah memiliki banyak ragam pakaian dengan fungsi-fungsi yang berbeda. Secara tradisional pakaian ini di tenun oleh para wanita Karo dengan menggunakan kembaya (semacam kapas) yang dijadikan benang dan dicelup dengan alat pewarna yang dibuat dari bahan kapur, abu dapur, kunyit, dan telep (sejenis tumbuhan).
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Secara umum pakaian tradisional Karo dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu: pakaian sehari hari, pakaian untuk pesta, dan pakaian kebesaran. Pakaian yang biasa digunakan pria adalah pakaian dengan model batu gunting cina lengan panjang, tutup kepala yang disebut tengkuluk atau bulang dan sarung, sedangkan untuk wanita terdiri dari baju kebaya leher bulat, sarung (abit), tutup kepala (tudung), dan kain adat bernama Uis Gara yang diselempangkan.
Pakaian pesta hampir sama dengan pakaian sehari-hari. Hanya saja, pakaian pesta lebih bersih atau baru dan dikenakan dengan baik, sehingga terlihat lebih sopan, dan pakaian kebesaran terdiri dari pakaian dengan aksesoris-aksesoris yang lengkap serta digunakan pada saat pesta saja, seperti pesta perkawinan, memasuki rumah baru, upacara kematian, dan pesta kesenian. Universitas Sumatera Utara
Di bawah ini akan dijabarkan beberapa ragam/jenis Uis yang ada pada masyarakat Karo, yaitu antara lain;

Uis Arinteneng

seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Uis Arinteneng terbuat dari kapas atau kembayat yang ditenun. Warnanya hitam pekat hasil pencelupan yang disebut ipelabuhken. Pakaian ini digunakan untuk alas pinggan pasu tempat emas kawin dan tempat makanan bagi pengantin sewaktu acara mukul (acara makan bersama) pada malam hari setelah selesai pesta adat, uis ini juga digunakan sebagai pembalut tiang pada peresmian atau acara adat memasuki rumah baru, dan membayar hutang adat kepada kalimbubu dalam upacara adat kematian.







Uis Julu
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Bahannya sama dengan bahan Uis Arinteneng. Warnanya hitam dengan corak garis-garis putih berbentuk liris-liris. Keteng-keteng-nya berwarna merah dan hitam dan disebut Keteng-ketang Bujur. Ada juga yang disebut keteng-keteng sirat denan diberi ragam corak ukiran serta di sisi ujungnnya terdapat rambut (jumbai). Pakaian ini diguanakan sebagai Gonje (sarung laki-laki), membayar hutang adat (maneh-maneh), nambari (mengganti) pakaian orang tua laki-laki, dan digunakan juga sebagai selimut (cabin).






Uis Teba
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Hampir sama dengan Uis Julu. Perbedaannya ialah garis-garis Uis Teba lebih jarang sedangkan Uis Julu lebih rapat. Warnanya hitam, di sisi ujungnya juga memiliki rambut (jumbai). Sama seperti uis Julu ,Uis ini juga digunakan untuk maneh-maneh atau membayar hutang adat bagi perempuan yang meninggal, tudung bagi perempuan, mengganti pakaian orang tua (bagi ibu), dan alas pinggan pasu
Universitas Sumatera Utara
tempat emas kawin sewaktu melaksanakan pembayaran kepada pihak mempelai perempuan dalam upacara adat Perkawinan.






Uis Gatip
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Uis Gatip ini berwarna hitam dan berbintik-bintik putih di tengah, tepian kain warnanya hitam pekat dan ujungnya terjalin dan berumbai. Jenis kainnya lebih tebal sehingga sering disebut dengan Uis kapal (kain tebal). Uis ini dipakai sebagai ose (pakaian) laki-laki pada upacara-upacara adat perkawinan, memasuki rumah baru, guro-guro aron (pesta muda-mudi) dsb.








Uis Jongkit
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima margaWarna dan bahan Uis ini sama dengan Uis Gatip, hanya saja Uis Jongkit memakai benang emas dengan motif melintang pada bagian tengah kain tersebut, hingga warna dan bentuknya lebih cerah. Penggunaan Uis ini juga sama seperti Uis Gatip, tapi kain ini sekarang lebih disenangi dan banyak dipakai pada upacara-upacara adat.










Uis Beka Buluh
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Warna dasar kain Uis Beka Buluh ini merah cerah, bagian tengah bergaris Kuning, Ungu, Putih dan pada tepian dan ujung kain terdapat motif-motif ukiran Karo yang dibuat dengan benang emas. Kain ini dipakai sebagai Bulang (penutup kepala/topi) pada laki-laki, dan juga dipakai sebagai cekok-cekok (penghias bahu) yang diletakan sedemikian rupa pada bahu laki-laki, selain itu kain ini juga biasa diletakkan di atas tudung wanita.









Uis Kelam-Kelam
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Warnanya hitam pekat, bahan kainnya lebih tipis dari Uis yang lain dan polos tanpa motif, sepintas seperti kain hitam biasa, hanya saja kain ini lebih keras
dibanding Uis yang lain. Uis ini biasa dipakai oleh wanita sebagai tudung pada upacara-upacara adat, tudung yang bahannya dari uis kelam-kelam ini disebut Tudung Teger Limpek dengan bentuknya yang khas dan unik. Memang proses pembuatan tudung ini sangat sulit dan unik, hingga saat ini tidak semua orang dapat membuat tudung ini.






Uis Jujung-jujungen
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Warnanya merah bersulamkan emas dan kedua ujungnya juga berumbai benang emas, kain ini tidak selebar kain yang lainnya, bentuknya hampir sama dengan selendang. Uis ini biasanya dipakai oleh wanita dan biasanya letaknya diatas tudung dengan rumbainya terletak disebelah depan. Pada saat sekarang uis ini jarang digunakan, dan kebanyakan telah digantikan dengan uis Beka buluh.








Uis Nipes Ragi Barat
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Kain ini jenisnya lebih tipis dari kain-kain lainnya dan memiliki bermacam-macam motif dan warna (merah, coklat, hijau, ungu dan sebagainya), uis ini biasa digunakan sebagai selendang bagi wanita.

Selain beberapa jenis Uis yang telah dijelaskan secara singkat di atas, masih terdapat beberapa jenis Uis yang lain, diantaranya :Uis Batu Jala, Uis Gobar Dibata, Uis Pengalkal, dan lain-lain.








 Uis Nipes Padang Rusak
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Kain ini dipakai untuk selendang wanita pada pesta maupun dalam sehari-hari













 Uis Nipes Benang Iring
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga


Kain ini dipakai untuk selendang wanita pada upacara yang bersifat duka cita.











• Perembah 

seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima margaUntuk menggendong bayi .















 Uis Pementing  
seni karo,suku karo,seni rupa,budaya karo,Kain,tanah karo,kalak karo,lima marga
Kain ini dipakai Pria Karo sebagai ikat pinggang (benting) pada saat berpakaian Adat lengkap dengan menggunakan Uis Julu sebagai kain sarung. 











Sumber:
repository.usu.ac.id
Takasima ( taneh karo simalem )

http://limamarga.blogspot.com

Terkain:

26 Maret 2012

SENI MUSIK KARO


MUSIK KARO,SENI KARO,ALAT MUSIK KARO,GENDANG TELU SEDALANEN
Gendang Telu Sedalanen

Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat umum dalam kehidupan bermasyarakat, dengan demikian kesenian merupakan suatu kebutuhan yang penting dalam sebuah masyarakat untuk mengekspresikan dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan indah, senang, gembira maupun sedih. Salah satu media pengekspresian kesenian tersebut adalah melalui musik. Musik tersebut dapat berupa musik instrumentalia, musik vocal, atau gabungan antara keduanya.

Orang Karo menyebut musik dengan istilah Gendang. Dan dalam masyarakat Karo gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, diantaranya;




  1. Gendang, sebagai pengertian untuk menunjukkan jenis musik tertentu (Gendang Karo, Gendang Melayu),
  2. Gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik (Gendang singindungi, Gendang singanaki),
  3. Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu (Gendang simalungun rayat, Gendang peselukken),
  4. Gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu (Gendang Lima Sendalanen, Gendang telu sendalanen),
  5. Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (Gendang cawir metua, Gendang guro-guro aron).
Selain itu masyarakat Karo juga memiliki beberapa jenis musik yang biasanya digunakan dalam kesenian tradisionalnya. Ada alat musik yang dimainkan secara bersama-sama (ensambel), ada pula yang dimainkan tunggal (solo). Selain alat musik, terdapat pula beberapa genre musik vocal (nyanyian), baik yang dinyanyikan secara solo, maupun diiringi alat musik. Untuk itu penulis akan menguraikan jenis-jenis alat musik serta genre musik yang terdapat dalam musik tradisional Karo sebagai berikut.

Gendang Lima Sendalanen:
  • Sarune
  • Gendang singanaki dan gendang singindungi
  • Gung dan Penganak
  • Peran masing-masing instrumen dalam Gendang Lima Sendalanen
  • Posisi pemain Gendang Lima Sendalanen
Gendang telu sendalanen:
  • Kulcapi
  • Balobat
  • Keteng-keteng
  • Mangkok
  • Peran masing-masing instrumen gendang telu sedalanen.
  • Posisi pemain Gendang Telu Sedalanen
Alat musik tradisional Karo non-ensambel:
  • Kulcapi
  • Balobat
  • Surdam
  • Embal-embal dan empi-empi
  • Murbab, dan Genggong.
MUSIK KARO,SENI KARO,SUKU KARO,KARO,GENDANG SINGANAKI
Gendang Singanaki
MUSIK KARO,SENI KARO,SUKU KARO,SARUNE,
Sarune












Terkain:

23 Maret 2012

TARI LIMA SERANGKAI

Sejarah Tari
Tari Lima Serangkai diperkirakan tercipta sekitar tahun 1960, menurut Sempa Sitepu,dkk dalam bukunya Pilar Budaya Karo (1996:200). 

Youtube: https://youtube.com/@Lagu_Karo_366

Menurut narasumber Bpk. Malem Ukur Ginting dalam wawancara manyatakan bahwa tari Lima Serangkai sudah ada sejak masyarakat suku Karo mengetahui tari kira-kira tahun 1956. Jadi dapat disimpulkan bahwa tari Lima Serangkai muncul sekitar tahun 1956-1960.

Tari Lima Serangkai merupakan salah satu tari yang berfungsi sebagai hiburan, seperti yang telah dikemukakan oleh salah satu pakar tari yaitu Soedarsono yang menyatakan bahwa fungsi tari terbagi atas tiga yaitu: tari sebagai upacara, tari sebagai pertunjukan, dan tari sebagai hiburan (Soedarsono, 1972:22). Ada beberapa tari taradisi yang berfungsi sebagai hiburan selain tari Lima Seranngkai dari etnis Karo, seperti: tari Piso Surit, tari Terang Bulan, tari Ndikkar, tari Gundala-gundala, tari Roti Manis, dan lain-lain (Sempa Sitepu,dkk,1996:200).





Tema Tari

Tema dalam tarian Lima Serangkai adalah unsur yang ada. Maksud unsur yang ada adalah merupakan kejadian atau pengalaman hidup yang sangat sederhana misalnya cerita rakyat, kepahlawanan, legenda, binatang dan lain-lain.
Namun demikian tema dalam tari Lima Serangkai merupakan sesuatu yang lazim, karena tujuan dari tari adalah komunikasi antara karya seni dengan masyarakat yang menikmatinya. Tari Lima Serangkai ini bertemakan pergaulan, pergaulan yang dimaksud adalah muda mudi Karo. Yakni pertemuan ramah tamah sepasang insan manusia yang berkenalan secara adat Karo (ertutur), kemudian secara tutur muda mudi ini dapat berteman dekat (berpacaran) dan akhirnya mereka menjalin hubungan kasih hingga sampai kejenjang pernikahan.


Struktur Pertunjukan Tari
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:246), pengertian struktur mempunyai arti pola hubungan komponen atau bagian satu organisasi. Struktur merupakan suatu sistem formal hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok orang agar tujuan tercapai. Sedangkan menurut Surayin (2001:574), dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyatakan bahwa struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun yang sesuai dengan pola tertentu. Dari pengertian diatas maka yang dimaksudkan dengan struktur dalam penelitian ini adalah susunan atau unsur-unsur dalam tari Lima Serangkai pada masyarakat Karo.

Untuk melakukan pertunjukan tari Lima Serangkai yang dipersiapkan adalah 10 orang penari, yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Tari Lima Serangkai ditarikan oleh muda-mudi yang usia tidak dibatasi tetapi belum menikah. Biasanya penari dalam satu kelompok merupakan siswa-siswi yang tergabung dalam satu sanggar tari. Tidak ada syarat khusus untuk menjadi penari Lima Serangkai, siapa saja bisa asalkan ada kemauan untuk belajar dan berusaha. Sebelum melakukan pertunjukan, para penari telah berlatih untuk melakukan keseragaman gerak tari.

Selain melakukan latihan tari, para penari juga harus mempersiapkan kostum tari. Kostum tari yang biasa digunakan para penari adalah kebaya, sarung, uis nipes dan tudung (beka buluh yang telah dibentuk menjadi penutup kepala) untuk penari perempuan. Baju kemeja,celana panjang, sarung, beka buluh 2 buah (1 diletakkan dipundak dan 1 dipegang ditangan). Pertunjukan tari Lima Serangkai sering ditampilkan dalam Gendang Guro-guro Aron dan acara Kerja Tahun. Gendang Guro-guro Aron dan acara Kerja Tahun biasanya dilakukan di sebuah balai terbuka (Jambur), dimana semua masyarakat kampung menonton penampilan tari. Dimasa sekarang ini tari Lima Serangkai juga sudah diperlombakan. Dibeberapa tempat di Tanah Karo sering dilakukan festival-festival tari Lima Serangkai. Festival tersebut diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintah ataupun swasta, sekolah-sekolah, maupun gereja.


Tempat Penyajian Dan Waktu Pementasan
Untuk melakukan suatu kegiatan yang mengumpulkan banyak orang masyarakat Karo biasanya berkumpul di balai terbuka yang disebut Los/Jambur. Tari Lima Serangkai yang ditampilkan pada kegiatan Kerja Tahun (merdang merdem) dan Gendang Guro-guro Aron, ditampilkan di Jambur. Tari Lima Serangkai biasanya ditarikan diawal acara kegiatan, sebagai pembuka yang bersifat hiburan. Pelaksanaan Kerja Tahun (merdang merdem) dan Gendang Guro-guro Aron setiap tempat tidak selalu sama, hal ini disesuaikan dengan hasil kesepakatan masyarakat setempat.

Tari Lima Serangkai yang dibahas dalam tulisan ini adalah tari Lima Serangkai yang difestivalkan. Pelaksanan festival bisa dilakukan diluar ruangan (Outdoor) dan didalam ruangan (indoor). Hasil penelitian dari beberapa tempat, festival yang dilaksanakan pada tanggal 27 Januari 2009 bertempat di Open Stage, Berastagi merupakan pertunjukan outdoor dan pada tanggal 3 November 2010 di Hotel Sibayak, Berastagi merupakan pertunjukan indoor.


Pelaku
Dalam tari Lima Serangkai yang menjadi pelaku adalah penari. Penari merupakan bagian penting dalam pertunjukan tari Lima Serangkai karena penarilah yang mempertunjukkan tarian Lima Serangkai tersebut dan ia akan menjadi pusat perhatian dari penonton. Penari Lima Serangkai adalah muda mudi (umur tidak dibatasi), yang berpasangan. Biasanya jumlah penari 10 orang, dengan 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Dalam penentuan penari tidak ada cara khusus yang dilakukan, siapa saja bisa menjadi penari Lima Serangkai asalkan ada kesanggupan pemain untuk dapat menari dan waktu yang dimiliki para penari.

Para penari berlatih untuk mempelajari gerakan di sanggar-sanggar dimana mereka bergabung seperti sanggar PEMKAB Karo melakukan latihan di Pendopo Kantor Bupati Kabanjahe. Pelatih tari biasanya adalah orang-orang pemilik sanggar yang berpengalaman dalam tari Lima Serangkai, maksudnya pernah belajar tari Lima Serangkai, atau orang-orang yang bergerak dibidang seni tari (contoh guru tari, tokoh adat). Dalam masing-masing sanggar tari memiliki penari dan pelatih tari, yang berprofesi tidak hanya sebagai penari dan pelatih tari melainkan memiliki pekerjaan yang lain. Pada saat pertunjukan, penari akan saling berinteraksi dengan sesama penari diatas panggung dalam melakukan gerakan.

Tata Rias Dan Tata Busana Tari
Tata rias dan busana tari Lima Serangkai tidaklah terlalu istimewa, maksudnya tata rias dan tata busana masih menyerupai kebanyakan tari-tari tradisional Karo lainnya. Penggunaan tata rias dan busana disesuaikan dengan kondisi sehari-hari masyarakat setempat.Meskipun tari ini selalu dipersembahkan dihadapan banyak orang, namun tata riasnya hanya menggunakan rias cantik. Maksud dari rias cantik adalah tata rias yang digunakan tidak menggambarkan karakter atau tokoh tertentu. Busana tari Lima Serangkai yang digunakan dapat mendukung konsep dan tema tari.
Adapun kostum yang digunakan dalam pertunjukan tari Lima Serangkai yaitu:


1. Penari perempuan


  1. Kebaya, baju yang selalu dipakai oleh masyarakat Karo di setiap kegiatan adat dan pada saat menari.
  2. Sarung, merupakan pakaian yang biasa digunakan oleh masyarakat Karo dalam kegiatan sehari-hari ataupun pada kegiatan-kegiatan adat.
  3. Tudung adalah beka buluh yang dibentuk menjadi penutup kepala penari perempuan.
  4. Uis nipes adalah kain adat berwarna merah yang merupakan ciri khas masyarakat Karo.





2. Penari laki-laki


  1. Baju kemeja, merupakan pakaian yang biasa digunakan oleh pria Karo dalam kegiatan adat dan acara-acara resmi lainnya.
  2. Celana panjang, pakaian pria yang digunakan saat kegiatan adat dan acara resmi.
  3. Sarung, merupakan pakaian yang digunakan masyarakat Karo dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan-kegiatan adat.
  4. Beka buluh, ada 2 beka buluh yang digunakan oleh penari laki-laki. Beka buluh yang diletakkan dipundak dan beka buluh yang dipegang ditangan. Beka buluh yang dipegang ditangan nantinya akan digunakan pada saat menari, dibentuk untuk penutup kepala yang disebut bulang-bulang.



Fungsi Tari
   Dalam masyarakat Karo tarian memiliki nilai keindahan, menarikan suatu tarian dapat dilakukan sendirian dan dapat juga dilakukan secara beramai-ramai. Tari tradisional Karo dapat dilihat dari bentuk dan acara pemampilannya dapat dibedakan atas tiga jenis yakni:

  1. Tari yang berkaitan dengan adat
  2. Tari yang berkaitan dengan Religi
  3. Tari yang berkaitan dengan hiburan

Tari Lima Serangkai adalah tari yang bersifat hiburan, yang biasanya ditampilkan dalam Gendang Guro-guro Aron dan Kerja Tahun. Selain bersifat hiburan tari juga memiliki fungsi dalam kehidupan masyarakat Karo. Menurut Soedarsono (1972:22) tari dapat berfungsi sebagai:


  1. Sarana upacara keagamaan yang masih kuat dengan unsur kepercayaan kuno.
  2. Sarana untuk mengungkapkan perasaan emosional (kegembiraan) dan pergaulan.
  3. Sarana pertunjukan untuk memberikan hiburan atau kepuasan batin manusia.

Sejalan dengan pendapat Soedarsono bahwa Tari Lima Serangkai termasuk dalam fungsi mengungkapkan emosional dan pergaulan, serta memberikan hiburan atau kepuasan batin.(Sumber : repository.usu.ac.id)













Youtube: https://youtube.com/@Lagu_Karo_366

Terkain:

SENI TARI KARO

SUKU KARO,TARI KARO,BUDAYA KARO
Tari Lima Serangkai
   Secara umum, tari pada masyarakat Karo disebut “Landek”. Dalam budaya Karo, penyajian Landek sangat kontekstual. Dengan kata lain, keberadaan Landek ditentukan dengan konteks penyajiannya. Selain itu setiap gerakan-gerakan dalam Landek dalam masyarakat Karo juga berhubungan dengan perlambangan-perlambangan dan makna-makna tertentu.

Youtube: https://youtube.com/@Lagu_Karo_366


Beberapa makna gerakan dalam Tari (Landek)  Karo:

  1. Gerak tangan kiri naik, gerak tangan kanan ke bawah, melambangkan tengah rukur, maknanya adalah menimbang-nimbang sebelum berbuat.
  2. Gerakan tangan kanan ke atas, gerakan tangan kiri ke bawah melambangkan sisampat-sampaten, maknanya adalah saling tolong-menolong dan saling membantu.
  3. Gerakan tangan kiri ke kanan ke depan melambangkan ise pa la banci ndeher adi langa sioraten, artinya siapa pun tak boleh mendekat jika belum tahu hubungan kekerabatan, atau sama seperti istilah tak kenal maka tak sayang,
  4. Gerakan tangan memutar dan mengepal melambangkan perarihen enteguh, yaitu mengutamakan persatuan, kesatuan, dan musyawarah untuk mencapai mufakat,
  5. Gerakan tangan ke atas, melambangkan ise pe la banci ndeher, siapa pun tak bisa mendekat dan berbuat secara sembarangan,
  6. Gerak tangan sampai ke kepala dan membentuk posisi seperti burung merak, melambangkan beren rukur, yang maknanya adalah menimbang-nimbang sebelum memutuskan, pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna,
  7. Gerak tangan kanan dan kiri sampai di bahu melambangkan beban simberat ras simenahang ras ibaba, artinya mampu berbuat harus mampu pula menanggung akibatnya, atau berarti juga sebagai rasa sepenanggungan,
  8. Gerakan tangan di pinggang melambangkan penuh tanggung jawab, dan
  9. Gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke tengah posisi badan berdiri melambangkan ise pe reh adi enggo ertutur ialo-alo alu mehuli, maknanya tanpa memandang bulu siapa pun manusianya apabila sudah berkenalan akan diterima dengan segala senang hati.
   Pola-pola dasar Landek pada masyarakat Karo terbentuk atas 3 (tiga) unsur, yakni: endek (gerakan menekuk lutut), odak atau pengodak (gerakan langkah kaki), dan ole atau jemolah jemole (goyangan/ayunan badan). Unsur lainnya yang juga membentuk keindahan tari Karo adalah lempir tan (gemulai tangan), dan ncemet jari (lentik jari).

    Endek merupakan salah satu unsur penting dalam tari Karo. Endek dibentuk dengan gerakan menekuk lutut kebawah dan kembali lagi keatas. Gerakan itu mengakibatkan posisi tubuh bergerak keatas dan kebawah secara vertikal. Gerakan endek itu harus disesuaikan dengan buku gendang (bunyi gung dan bunyi penganak dalam permainan musik Karo yang sedang mengiringi). Ketepatan posisi endek dalam kaitannya dengan buku gendang merupakan sebuah keharusan untuk memperlihatkan keindahan dalam tari Karo, di beberapa Landek penyesuaian itu bisa terlihat ketika gung dan penganak berbunyi tubuh penari sudah atau sedang berada di posisi atas.
   Odak atau pengodak adalah gerakan penari ketika melangkah maju dan mundur, maupun melangkah serong kekiri atau kekanan. Odak harus dimulai dengan gerakan kaki kanan, serta dilakukan pada saat gung (Gong) berbunyi. Dalam gerakan odak atau pengodak, unsur endek seperti yang telah dijelaskan di atas harus tetap terlihat, Maksudnya, ketika penari melakukan odak (melangkah), penari tersebut tetap melakukan endek dalam upaya penyesuaian gerakan odak dengan musik.

Sementara itu, Ole atau jemolah jemole merupakan gerakan goyangan atau ayunan badan kedepan dan ke belakang, atau kesamping kiri dan kanan. Gerakan ole juga mengikuti bunyi gung dan penganak.

   Dari penjelasan diatas, diketahui bahawa bunyi gung dan penganak merupakan patokan dasar bagi seorang penari Karo untuk melakukan endek, odak, maupun ole. Sedangkan, unsur-unsur lempir tan maupun ncemet jari merupakan unsur pendukung untuk memperindah tari. Lempir tan diperlukan ketika akan membentuk pola gerak tertentu dari tari Karo, misalnya ketika posisi kedua tangan diatas bahu. Sedangkan ncemet jari diperlukan saat melakukan petik (gerakan tangan mengepal), dan pucuk (jari diletakkan dimuka kening penari) terutama pada tari muda-mudi.

  Dalam tarian Karo, geseran kaki, goyang pinggang/pinggul, dan main mata tidak diperbolehkan, kerana dianggap tidak sopan dan melanggar norma-norma adat istiadat masyarakat Karo. Idealnya dalam menarikan tarian Karo, gerakan kaki harus dilakukan dengan melangkah atau odak, gerakan pinggang harus mengikuti ayunan badan atau ole, serta pandangan mata penari hanya boleh mengarah diagonal kebawah, tertuju pada lutut pasangan menarinya

  Namun belakangan ini, dalam budaya kontemporer Karo, terutama setelah populernya lagu-lagu Karo versi baru, maka terciptalah beberapa tari baru dengan peraturan tertentu, seperti Piso Surit, Tari Terang Bulan, Tari Mbuah Page, dan lain-lain. Dengan demikian secara otomatis terjadi juga perubahan-perubahan norma dalam budaya tari Karo dalam konteks global.

Seni tari dan gerak merupakan gabungan antara seni rupa dan seni suara yang dapat dinikmati oleh manusia melalui mata maupun telinga. Seni tari yang berkembang di masyarakat Karo dilihat dari bentuk dan acara penampilannya dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu: 

1.Tari yang Berkaitan dengan Adat/ Komunal
     Tari yang berkaitan dengan adat adalah tari yang merupakan bagian dari suatu upacara adat. Upacara yang dimaksud adalah upacara memasuki rumah baru, pesta perkawinan, upacara kematian dan lain-lain. Tarian adat yang bersifat komunal biasanya dilakukan oleh kelompok merga atau kelompok sangkep nggeluh, bersama-sama dengan kelompok sukut (pemilik hajatan/tuan rumah), masing-masing kelompok menari dengan posisi berhadap-hadapan. Bagi kelompok sukut tarian itu merupakan tarian penyambutan atau penghormatan atas kehadiran tamu-tamu adat. Sedangkan bagi kelompok tamu adat, tarian ini merupakan aktivitas pembuka sebelum mereka menyampaikan kata-kata adat (berisikan pesan dan nasehat) kepada keluarga yang memiliki hajatan.

2.Tari yang Berkaitan dengan Religi/Ritual
       Tari yang berkaitan dengan ritual ini biasanya dibawakan oleh seorang Guru sibaso (dukun) dalam upacara ritual. Tari yang dibawakan oleh Guru, disesuaikan dengan keperluan atau jenis upacara yang dilaksanakan. Beberapa tari Karo yang berkaitan dengan upacara ritual adalah; Tari tungkat (tari untuk mengusir roh-roh jahat), Tari njujung baka (tari yang menggunakan keranjang yang berisi sesaji untuk persembahan), Tari seluk (tarian kesurupan), dan lain sebagainya.Upacara yang berkaitan dengan ritual yang dilakonkan oleh Guru sibaso (dukun), adalah berdasarkan tuntunan ilmu atau roh penuntunnya. Kerana ketika seorang guru (dukun) memimpin upacara, biasanya beliau memanggil jinujung-nya (junjungan-nya) untuk ‘masuk’ ke dalam dirinya. sehingga gerakan tarinya tidak lagi memiliki struktur yang baku, berbeda dengan pola gerak tari Karo pada umumnya. Tetapi secara umum gerakan yang khas pada tarian ini adalah gerakan murjah-urjah (melompat dengan mengangkat kaki secara bergantian).

3.Tari Yang Berkaitan Dengan Hiburan
      Tari Karo yang sifatnya hiburan biasanya ditarikan oleh dua orang atau lebih muda-mudi dengan cara berpasang-pasangan, diantaranya adalah: Tari pecat-pecat seberaya, Tari lima serangkai Tari piso surit, Tari roti manis, dan lain sebagainya. Tari-tarian jenis ini pada umunya sudah memiliki komposisi yang baku, dengan kata lain koreografinya telah tersusun dengan tetap. Tari-tarian hiburan lain yang sangat digemari oleh masyarakat Karo, diantaranya adalah Ndikar (tari pencak silat), Adu Perkolong-kolong (tarian yang dibawakan oleh sepasang Perkolong-kolong dan melakukan aksi atau cerita lucu yang menghibur), serta Gundala-gundala (drama tari topeng Karo).


Jenis-Jenis Tarian.
Tari erpangir ku lau
 Kerja erdemu bayu (perkawinan), Merdang merdem atau kerja tahun (upacara pertanian), Nurun-nurun (upacara kematian) ,Guro-guro aron (muda-mudi),Ersimbu (upacara memanggil hujan), Mengket rumah mbaru (meresmikan rumah baru),Ngukal tulan-tulan (menggali tulang),Ngalo-ngalo.,Gendang guru (dukun), Seluk (trance), Perumah begu (memanggil roh), Tari Tontonan, Erpangir ku lau (keramas, bathing ceremony), Perodak-odak, Tari tungkat, Tari baka, Tari Tontonan ,Perkolong-kolong (permangga-mangga), Mayan atau Ndikkar (seni bela diri khas Karo), Tari Kuda-Kuda (Simalungun: Hoda-Hoda), Gundala-gundala (Tembut-tembut Seberaya), Tari Kreasi Baru,Tari Erpangir Ku lau, Tari roti manisari terang bulan,Tari lima serangke,Tari telu serangke,Tari uis gara, Tari Sigundari(tari-tarian yang diciptakan berdasarkan lagu-lagu popular Karo, termasuk gendang kibot).

sumber : repository.usu.ac.id,mykaronese.blogspot.com

Youtube: https://youtube.com/@Lagu_Karo_366

Terkain:

SENI RUPA KARO

   Seni rupa adalah suatu bentuk kesenian yang dapat dinikmati melalui penglihatan (mata). Pada masyarakat Karo kesenian ini dapat dilihat dari ukiran-ukiran.Dari Beberapa Seni Rupa di bagi menjadi beberapa bagian:.

Youtube: https://youtube.com/@Lagu_Karo_366

Seni Pahat (Ukir)
Walaupun kehidupan masyarakat Karo pada waktu dulu dalam keadaan serba sederhana, namun beberapa orang “Pande tukang” (sebutan bagi orang yang ahli membuat bangunan Karo) mampu menyumbangkan karya-karyanya. Beberapa dari karya itu umumnya dimulai dengan sederhana dan dengan maksud untuk menolak bala, menangkal roh jahat, dan sebagai media yang kemudian dipercaya memiliki kemampuan pengobatan. Kemudian dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, kebiasaan membuat ukiran tersebut tidak lagi dipandang dari segi kekuatan daya penangkalnya (mistis) saja. Tetapi lukisan itu telah dipandang sebagai sesuatu yang memiliki nilai keindahan sehingga kemudian dikembangkan sebagai sebuah karya seni. Secara garis besar ada empat tempat dimana karya seni ini biasa ditempatkan, antara lain:
  • Pada bangunan tradisional Karo seperti rumah adat, jambur, geriken, dan gereta guro-guro aron,
  • Pada benda-benda pecah-belah seperti gantang beru-beru, cimba lau, abal-abal, busan, petak, tagan, kampil, dan alat kesenian, dan
  • Pada pakaian adat Karo seperti pada uis kapal, uis nipes, dan baju, serta
  • Ukiran pada berbagai benda perhiasan seperti gelang, cincin, kalung, pisau, ikat pinggang, dan lain sebagainya.
Di bawah ini gambar ukiran masyarakat Karo;
seni karo,suku karo,seni rupa,rumah adat,tanah karo,lima marga










Ampik-ampik Alas (Indung Bayu-bayu)
seni karo,suku karo,seni rupa,rumah adat,tanah karo,lima marga
Ukiran pada Piso Tumbuk Lada
seni karo,suku karo,seni rupa,rumah adat,tanah karo,lima margaAnyaman pada Gapura Makam Pahlawan Kabanjahe
seni karo,suku karo,seni rupa,rumah adat,tanah karo,lima marga
Tapak Raja Sulaiman
seni karo,suku karo,seni rupa,rumah adat,tanah karo,lima marga
Bindu Matagah 
seni karo,suku karo,seni rupa,rumah adat,tanah karo,lima margaPahai 
seni karo,suku karo,seni rupa,rumah adat,tanah karo,lima marga


Bindu Matoguh 
seni karo,suku karo,seni rupa,rumah adat,tanah karo,lima marga
Lukisan Suki 
seni karo,suku karo,seni rupa,rumah adat,tanah karo,lima marga

Pengeret-ret


  Bila dilihat dari bentuk dan nama ukiran Karo tersebut , beberapa di antaranya tercipta atas dorongan dan pengaruh lingkungan alam, manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Selain ornmen-ornamen di atas masih terdapat beberapa ornamen lain di antaranya adalah: Tupak salah silima-lima, Tupak salah sipitu-pitu, Desa siwaluh, Panai, Bindu metagah, Bindu matoguh, Tapak raja Sulaiman, Pantil manggus, Indung-indung simata, Tulak paku petundal, Lipan nangkih tongkeh, Kite-kite perkis, Tutup dadu/cimba lau, Cenkili kambing, Ipen-ipen, Lukisan suki, Pucuk merbung bunga bincole, Surat buta, Pengretret, Bendi-bendi (pengalo-ngalo), Embun sikawiten, Pucuk tenggiang, Litab-litab Lembu, Lukisan tonggal, Keret-keret ketadu, Taruk-taruk, Kidu-kidu, Lukisan pendamaiken, Bulang binara, Tanduk kerbau payung, Bunga gundur, Raja Sulaiman, Bunga lawang, Tudung teger, Lukisan umang, Lukisan para-para (gundur mangalata), Embun sikawiten II, Tulak paku, Lukisan kurung tendi, Osar-osar, Ukiren sisik kaperas, Galumbang sitepuken, Ukiren kaba-kaba, Likisen tagan, dan masih banyak lagi jenis ornamen yang lain.

Youtube: https://youtube.com/@Lagu_Karo_366

Selanjutnya klik disini untuk seni tenun (Mbayu)

Terkain:

SENI SUARA KARO

Seni suara merupakan suatu bentuk karya seni yang dapat dinikmati manusia melalui pendengaran, seperti seni vokal, seni instrumental, dan seni sastra. Seni vokal yang berkembang pada masyarakat Karo, yaitu berupa rengget (nyanyian), ngandung, sedangkan seni suara melalui instrument ada gong, penganak, keteng-keteng, sarunei, gendang singanaki, gendang singindungi,surdam, dan lain-lain. Seni sastra, masyarakat Karo sering menyebutnya Cakap Lumat yang terdiri dari pepatah, perumpamaan, pantun dan gurindam.. seni sastra jenis yang lain adalah anding-andingen (sindiran), bintang-bintang (mirip pantun), bilang-bilang (cetusan rasa sedih) cerita berupa mithos, epos, legenda dan cerita rakyat.(sumber : repository.usu.ac.id)

Terkain: