16 April 2012

Cara-cara mendirikan Rumah Adat Siwaluh Jabu dan Struktur Bangunannya.


PADE TUKANG RUMAH ADAT KARO
   Bahan-bahan yang dipergunakan untuk membangun Rumah Adat Siwalih Jabu bersumber dari hutan. Pada zaman dahulu, untuk mendirikan Rumah Adat Siwalih Jabu ini dianggap sebagai pekerjaan besar, karena untuk menyelesaikan pembangunan satu rumah adat memakan waktu sampai satu tahun. Oleh karenanya mendirikan rumah tersebut dilakukan dengan tahap dan selalu dilakukan secara bergotong royong masyarakat.
   Model utama di dalam mendirikan Rumah Adat itu adalah gotong royong. Unsur penggerak adalah Rakut Adat dan sebagai pembantu ialah golongan masyarakat yang terdapat di suatu desa.

1. Padi-padiken Tapak Rumah

MASYARAKAT SUKU KARO
Beberapa keluarga yang bermaksud mendirikan Rumah Adat itu, mencari dan menentukan pertapakan rumah yang bakal dibangun. Apabila pertapakan itu sudah diperoleh dan dianggap baik letaknya, maka akan diadakan suatu acara yang dinamai “pad-padiken Tampak Rumah.” Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah pertapakan tersebut serasi dan tidak menimbulkan bala yang menempatinya kelak. Biasanya acara Padi padiken Tapak Rumah diatur pengetua adat dan dukun untuk mendapatkan suatu firasat. Bila ternyata setelah upacara itu dilaksanakan hasilnya kurang baik maka dicari pertapakan lain.
Adapun cara dukun untuk mengetahui hal tersebut adalah dukun mengambil segenggam tanah pertapakan dan dilengkapi dengan belo cawir (sirih). Tanah bersama sirih itu diletakkan pada suatu tempat sebelum tidur dengan terlebih dahulu mengucapkan meminta firasat kepada roh yang berkuasa, melalui mimpinya. Besok
harinya, dukun memperhatikan mimpinya dan menanyakan mimpi anggota keluarga yang mendirikan rumah itu. Apabila dukun dalam mimpinya menerima firasat baik begitu juga mimpi anggota keluarga yang mendirikan rumah, maka areal itu dapat digunakan.

2. Ngempak
Setelah pertapakan didapat, maka keluarga-keluarga yang mendirikan rumah itu menetapkan hari “Salangsari” (baik) dengan perantaraan dukun, untuk dapat pergi ke suatu hutan guna mencari kayu untuk rumah tersebut. Pada suatu hari yang telah ditentukan mereka berangkat ke sebuah hutan bersama seorang gadis yang masih mempunyai ayah dan ibu, dengan tujuan mencari kayu untuk ditebang. Pada saat penebangan pertama, dukun memperhatikan bagaimana cara tumbang kayu tersebut. Bila pada penebangan pertama itu ternyata ada tanda-tanda yang kurang baik, maka diulang kembali sampai mendapat firasat yang baik. Penebangan kayu pertama ini disebut “Ngempek”

3. Ngerintak Kayu
Setelah perkayuan dari rumah itu sudah dikumpulkan secukupnya, hal ini bertujuan untuk mengundang penduduk desa agar bersedia memberikan bantuan tenaga dalam menarik kayu dari hutan.
   Demikianlah, kayu itu secara bertahap ditarik bersama oleh penduduk sampai semuanya selesai dan terkumpul pada tempat yang telah ditentukan. Setelah selesai pekerjaan Ngerintak kayu, biasanya diadakan suatu kenduri. Semua orang turut menarik kayu itu dan tukang yang akan mengerjakannya diundang dimana diadakan jamuan makan bersama. Biaya kenduri itu menjadi tanggungan keluarga-keluarga yang mendirikan rumah.

4. Pebelit-belitken
Sebelum pande (tukang) mulai bekerja pada suatu hari yang telah ditentukan diadakan suatu acara yang disebut “Pebelit-belitken”, yang mana pada acara ini dihadiri oleh keluarga-keluarga yang mendirikan rumah beserta anak beru, senina, kalimbubu, Pengetua atau Bangsa Tanah serta Pande (tukang) rumah yang bakal
dibangun.
Acara ini bertujuan untuk mengikat suatu perjanjian antara pihak pendir rumah dengan pande disaksikan oleh pihak Senina dan kalimbubu dan dijamini oleh Anak Berunya masing-masing. Pada acara ini juga diadakan jamuan makan.

5. Mahat
SENI PAHAT KARO
Beberapa hari setelah acara Perbelit-belitken, Pande (tukang) telah dapat melakukan tugasnya. Kayu yang telah tersedia itu mulai diukur dan dikupas dengan “Beliung” (semacam kampak) sesuai dengan yang diperlukan, dan pekerjaan yang berikutnya dikerjakan pekerja mahat (memahat) perkayuan. Pada waktu mahat, masing-masing orang empunya memanggil kawannya lima orang dilengkapi dengan peralatannya. Mula-mula Pande (tukang) memberikan petunjuk yang dilanjutkan dengan “Pemahatan pertama” oleh dukun. Selanjutnya baru dapat dilanjutkan pekerjaan oleh orang-orang yang telah ditentukan.


6. Ngapaken Tekang

Setelah “Binangun” (tiang besar) selesai dikerjakan dan ditegakkan di atas (fondasi), begitu juga peralatan pekerjaan, perkayuan besar dibahagian bawah rumah itu selesai dipasang, maka sebahagian dari pekerjaan Pande (tukang) telah dapat dikatakan selesai. Oleh karenanya pekerjaan dapat dilanjutkan dengan “Ngampaken Tekang” yaitu mengangkat dan menaikan belahan balok panjang yang berfungsi sebagai tutup yang letaknya memanjang di dalam rumah itu. Pekerjaan ini juga harus disertai oleh tenaga gotong-royong oleh keluarga yang mendirikan rumah tersebut.
RUMAH ADAT KARO











7. Ngapeken Ayo
AYO AYO RUMAH ADAT KARO
Rumah Adat Karo mempunyai “Ayo”, yaitu bagian atas rumah yang berbentuk segi tiga. Ayo Rumah Adat itu terbuat dari bambu dengan anyaman bercorak khusus diberi ragam warna dengan motif hiasan bidang. Bayu-bayu (anyaman bambu) yang dipergunakan menjadi Ayo rumah itu, dijepit dengan semacam papan yang bagian bawahnya diberi ukiran. Setelah Ayo itu selesai dikerjakan, lalu dipasang menurut Pande (tukang) dengan dibantu beberapa orang.



8. Memasang Tanduk

KEPALA KERBO RUMAH ADAT KARO
Walaupun bagian-bagian dari rumah itu telah dikerjakan dan rumah itu dapat dipergunakan, tapi sebelum dipasang tanduknya berarti belum selesai. Oleh karena itu dipasang tanduk pada Rumah Adat Karo sudah menjadi keharusan dan tidak dapat diabaikan.
  Tanduk itu terdiri dari sepasang tanduk kerbau yang letaknya dipasang di puncak atap. Pemasangannya harus pada malam hari sesuai dengan kebiasaan dan kepercayaan masyarakat. Dasar dari tempat melekatkan tanduk itu dibuat dari tali ijuk dilipat dengan semacam perekat dan diberi warna dengan cat putih.
Kemudian selanjutnya pekerjaan adalah mengerjakan bahagian “Ture” (serambi) dan tangannya.
Demikianlah urutan acara-acara didalam pelaksanaan yang mendirikan Rumah Adat Karo, menurut kebiasaan yang berlaku pada suku Karo.
Rumah Adat Karo dilihat dari segi bangunan atau bentuknya ada dua macam. Satu dinamai “Rumah Adat Biasa” dan satu lagi “Rumah Anjung-ajung”. Rumah Adat Biasa mempunyai dua Ayo, sedangkan Rumah Adat Anjung-ajung mempunyai delapan Ayo. Bila ditinjau dari segi arsitektur bangunannya yang indah. Selain dari segi keindahannya, dikenal berfungsi sebagai pembinaan keluarga dan social Disamping itu Rumah Adat Karo mempunyai keistimewaan dalam hal pembuatannya. Rumah itu dapat berdiri dengan megahnya walaupun dengan peralatan yang sederhana dan tidak menggunakan paku untuk perekatnya.

SENI BANGUNAN RUMAH ADAT SUKU KARO




Tidak ada komentar:

Posting Komentar