11 April 2012

Agresi II Militer Belanda


   Namun perjanjian Renville ini tidak bertahan lama karena pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan aksi militer II, akibat serangan ini pasukan republik segera bergerylla ke pedalaman Tanah Karo, dan menyerang pos-pos kedudukan musuh serta melucuti senjata mereka. Umumnya para Onderdistricthoofd meninggalkan tempatnya mengungsi mencari tempat aman ke Kabanjahe, Berastagi dan Tiga Binanga.
Setelah itu, untuk menentukan daerah pertempuran bagi masing-masing kesatuan di daerah Gerillya Tanah Karo dan Pemerintahan Militer Kabupaten Karo, maka tanggal 1 April 1949 diadakan perundingan antara Komandan Resimen IV Distrik X Mayor Djamin Ginting dengan komandan Sektor III Sub-Terr VII, Mayor Selamat Ginting di Kotacane.

Dalam perundingan itu kedua belah pihak sepakat membagi daerah operasi pertempuran sebagai berikut: Daerah Operasi Pasukan Resimen IV, mulai dari sebelah kiri jalan raya Tiga Binanga sampai ke Berastagi dan dari Berastagi sampai ke Medan sebelah menyebelah ke jalan raya; daerah operasi pasukan TNI sektor III, mulai dari Kabupaten Dairi terus sebelah kanan jalan raya Lau Baleng Tiga Binanga Tongkoh  termasuk daerah Silima Kuta Cingkes, Simalungun.

Adapun mengenai hal kedua, yaitu perihal pembentukan pemerintahan Pentadbiran militer Kabupaten Karo, baru diputuskan setelah komandan Sub Terr VII Komando Sumatera Letnan Kolonel  A.E. Kawilarang tiba di Kotacane pada tanggal 2 April 1949. Di Kotacane beliau berunding dengan Mayor Djamin Ginting dan dalam kedudukannya selaku Wakil Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo, Letkol A.E. Kawilarang mengeluarkan surat ketetapan Nomor 62/ist/dl, tanggal 4 April 1949, tentang susunan pemerintahan Pentadbiran Militer Karo sebagai berikut:

Kepala PPMK                        : Rakutta Sembiring
Wakil Kepala I                        : Wedana Keras Surbakti
Wakil Kepala II                       : Wedana Netap Bukit
Kepala Sekretariat                   : Kantor Tarigan
Kepala Keuangan                    : Tambaten Berahmana
Wedana Karo Utara                 : Kendal Keliat
Wedana Karo Selatan              : Matang Sitepu

Dalam surat ketetapan ini ternyata kewedanan Karo Hilir, kewedanan Karo Jahe dan kewedanan Tiga Panah sama sekali tidak disebut atau dicantumkan lagi.

Kewedanan Karo Jahe dibaginya menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Pancur Batu Timur dan kecamatan Pancur Batu Barat. Demikian pula kalau tadinya setelah revolusi social Kabupaten Karo  terdiri dari tiga kewedanan, malah ditambah lagi dengan kewedanan Tiga Panah dengan 15 kecamatan, maka dengan keputusan 4 April 1949 itu, Kabupaten Karo hanya terdiri dari dua kewedanan membawahi 9 kecamatan.

Selanjutnya dengan tercapainya persetujuan Roem Royen, tanggal 7 Mei 1949, yang isinya Belanda setuju memulihkan kedudukan Republik Indonesia ke Jakarta sekaligus mengembalikan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta pada kedudukannya semula, maka disepakati penghentian tembak antara RI dengan Belanda.

Dengan keluarnya penghentian tembak menembak itu, Kepala Pemerintah Pentadbiran Militer Karo Rakutta Sembiring dan perangkat kantornya segera meninggalkan Kotacane menempati kantor yang baru di Tiganderket, maka daerah Tanah Karo diklaim oleh dua negara yaitu Republik Indonesia dan Negara Sumatera Timur.

Pembentukan Negara Sumatera Timur (NST) tidak disetujui oleh rakyat dan setelah Konferensi Meja Bundar, dimana-mana muncul gerakan-gerakan yagn bertujuan untuk menghapuskan Negara boneka tersebut.

Menjelang akhir Desember 1949, para pemuda mengadakan konferensi dan mengeluarkan mosi agar pemerintah RI dikembalikan ke Sumatera Timur. Kemudian tanggal 21-22 Januari 1950, front Nasional Sumatera Timur mengadakan konferensi dan menghasilkan resolusi yagn menuntut agar NST segera dilebur kedalam Republik Indonesia. Sejak itu, situasi memanas “Aksi Tuntutan Rakyat” muncul dimana-mana termasuk di  Tanah Karo.

Aspirasi mereka akhirnya terpenuhi setelah persoalan Negara-Negara RIS diselesaikan secara nasional yaitu kembali ke pangkuan Negara kesatuan Republik Indonesia dengan UUDS 1950.

Dengan terbentuknya NKRI tanggal 15 Agustus 1950, dualisme pemerintahan di Tanah Karo tidak ada lagi dan Bupati Rakutta Sembiring dan segenap perangkatnya kembali ke kantornya di Kabanjahe.

Salah satu keputusan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia itu adalah Kabupaten Karo terdiri dari dua kewedanan yang masing-masing membawahi lima kecamatan dengan susunan sebagai berikut:

Bupati Kepala Daerah             : Rakutta Sembiring Berahmana
Wakil I                                    : Keras Surbakti
Wakil II                                   : Netap Bukit
Kepala Sekretaris                    : Kantor Tarigan
Bendahara                               : Tambaten Berahmana

Wedana Karo Utara Kendal Keliat membawahi lima camat yaitu:
  1. Camat Kabanjahe Nahar Purba
  2. Camat Barusjahe Babo Sitepu
  3. Camat Tiga Panah Djamin Karo Sekali
  4. Camat Simpang Empat Nahar Purba
  5. Camat Payung Nitipi Payung
Wedana Karo Selatan Matang Sitepu membawahi lima camat:
  1. Camat Tiga Binanga Pulung Tarigan
  2. Camat Juhar Tandil Tarigan
  3. Camat Munthe Pangkat Sembiring Meliala
  4. Camat Kuta Buluh Masa Sinulingga
  5. Camat Mardinding Tuahta Barus
Dengan demikian setelah terbentuknya NKRI, daerah Karo Jahe (Deli Hulu) dan Silima Kuta (Cingkes) yang sejak revolusi social Maret 1946 masuk dari bagian Kabupaten Karo ‘dipaksa’ berpisah. Deli Hulu yang tadinya menjadi satu kewedanan dimasukkan ke dalam bagian Deli Serdang, sedangkan Kecamatan Silima Kuta dimasukkan kedalam wilayah Kabupaten Simalungun.

Adapun Ibu Negeri atau tempat berkantor kepala Pemerintahan Karo (Kabupaten Karo) sejak Indonesia merdeka 1945 hingga sekarang adalah:

1.     Kabanjahe, 1945 – 31 Juli 1947
2.     Tigabinanga, 31 Juli 1947 – 25 Nopember 1947
3.     Lau Baleng, 25 Nopember 1947 – 7 Pebruari 1948
4.     Kutacane, 7 Pebruari 1947 – 14 Agustus 1949
5.     Tiganderket, 14 Agustus 1949 – 17 Agustus 1950
6       Kabanjahe, 17 Agustus 1950 hingga sekarang.
Sumber : Pemkap Karo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar