Sedikit menyesal saya karena pagi tak jadi melangkahkan kaki ke dalam Museum Pusaka Karo. Padahal jarak saya dengannya sudah sangat dekat, hanya puluhan meter saja. Tetapi karena memang waktu tidak memungkinkan lagi dan saya harus segera masuk ke mobil yang akan berangkat melanjutkan perjalanan setelah selesai jalan-jalan di Pasar buah dan bunga Berastagi, ya apa boleh buat.
Batal jadinya menengok apa isi Museum Pusaka Karo tersebut. Memang sih, setelah saya telusuri di mesin pencari, isi di dalamnya pun belum terlalu lengkap. Museum yang berada di Jalan Perwira No. 3, tepat di sebelah Tugu Perjuangan 45 Berastagi ini memiliki koleksi berbagai barang pusaka Karo. Ada beberapa foto di dalam pigura yang menggambarkan sejarah perkembangan Tanah Karo. Ada juga sebuah manuskrip berhurufkan kuno, buku-buku dan kamus Batak Toba, juga Kamus Indonesia – Karo.
Dari tulisan Jusup Sukatendel, saya mengetahui jika Museum Pusaka Karo ini lahir dari kegelisahan seorang pastor bernama Leo van Joosten, di mana barang-barang warisan budaya Karo malah lebih banyak tersimpan di tangan para kolektor di Eropa, daripada diketahui dan dimiliki oleh generasi penerus suku Karo sendiri. Maka, sebuah Gereja Katholik tua di Berastagi, diserahkan oleh keuskupan Medan untuk difungsikan sebagai museum.
Waaahh, combo saya nyeselnya, ternyata museum ini masih sangat baru, dan mungkin saya bisa masuk dalam daftar orang-orang yang lebih dahulu bisa merasakan masuk ke dalamnya. Sayangnya saya melewatkan begitu saja kesempatan itu.
(sumber : www.jalanjalanyuk.com)
Gudaling Sudah botak
BalasHapussteroid satın al
BalasHapusheets
J4LGU2